Senin, 29 Juni 2015

MAKALAH PENGEMBANGAN SEDIAAN FARMASI (DISPERSI PADAT, FLOATING DAN KO KRISTAL)



MAKALAH
PENGEMBANGAN SEDIAAN FARMASI
SISTEM DISPERSI PADAT, FLOATING, dan KO-KRISTAL
OLEH:



AINUN SAFITRI HARLI
70100112045

 

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

SAMATA-GOWA
2014


BAB I
PENDAHULUAN
A.              Latar Belakang
Telah diketahui bahwa faktor formulasi berpengaruh sangat bermakna pada ketersediaan hayati dari suatu bentuk sediaan. Teknik formulasi yang meningkatkan kelarutan berpengaruh sangat bermakna pada masa kerja obat, laju dan keberadaan obat ditempat absorpsi. Obat-obat yang proses disolusinya menjadi langkah penentu pada proses absorpsi, umumnya terjadi pada obat-obat yang kelarutannya kecil dalam air, dalam hal ini merupakan suatu problem dalam industri farmasi (Waller, et al., 1982).

 Pengaruh ukuran partikel obat terhadap laju disolusi dan bioavailabitas ditinjau ulang secara komprehensif memperlihatkan bahwa obat-obat yang laju absorpsi pada saluran pencernaan dibatasi oleh disolusi, pengurangan ukuran partikelnya umumnya meningkatkan laju absorpsi dan bioavailabilitas total. Hal ini umum terjadi pada obat yang sukar larut dalam air. Sebagai contoh, dosis terapi griseofulvin menurun sampai 50% dengan mikronisasi (Chiou dan Riegelman, 1971), dan juga menghasilkan level darah yang lebih konstan dan tepat. Dosis komersial spironolakton juga menurun sampai setengahnya hanya dengan sedikit pengurangan ukuran partikel (Levy, 1963).
 Tablet merupakan sediaan yang banyak mengalami perkembangan dari segi formulasi. Pengembangan formulasi ditujukan agar diperoleh sediaan yang cepat larut dengan sistem dispersi padat. Teknik dispersi padat dibuat dengan tujuan memperkecil ukuran partikel, meningkatkan laju disolusi dan absorpsi obat yang tidak larut air. Sistem dispersi padat dalam penelitian ini menggunakan ibuprofen sebagai bahan aktif yang praktis tidak larut air, merupakan analgesik antiinflamasi non steroid yang membutuhkan onset kerja yang cepat.
 
Kelarutan merupakan salah satusifat fisikokimia senyawa obat yangpenting dalam meramalkan derajatabsorpsi obat dalam saluran cerna.Obat-obat yang mempunyai kelarutankecil dalam air (poorly soluble drugs) seringkali menunjukkan ketersediaanhayati rendah dan kecepatan disolusimerupakan tahap penentu (rate limitingstep) pada proses absorpsi obat. Salah satu metode menarik dan sederhana yang baru-baru ini dikembangkan dalam bidang ilmu bahan dan rekayasa kristal untuk meningkatkan laju pelarutan dan ketersediaan hayati obat-obat yang sukar larut adalah teknik kokristalisasi untuk menghasilkan kokristal (senyawa molekular) dengan sifat-sifat fisika dan fisikokimia yang lebih unggul.
Berdasarkan uraian di atas, maka di buatlah makalah ini, dengan tujuan untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang pengembangan sediaan farmasi dalam metode dispersi padat, floating, dan ko-kristal.

B.     Tujuan
1.         Untuk mengetahui defenisi dispersi padat dan metode pembuatannya.
2.       Untuk mengetahui defenisi floating dan metode pembuatannya.
3.       Untuk mengetahui defenisi ko-kristal  dan metode pembuatannya.

C.     Rumusan masalah
1.         Apa defenisi dispersi padat dan bagaimana metode pembuatannya?
2.       Apa defenisi floating dan bagaimana metode pembuatannya?
3.       Apa defenisi dan bagaimana metode pembuatannya?





BAB II
PEMBAHASAN
A.         Dispersi padat
1.           Defenisi
Dispersi padat adalah dispersi satu atau lebih bahan aktif dalam suatu pembawa inert atau matriks dalam bentuk padat yang dibuat dengan metode peleburan, pelarutan atau pelarutan-peleburan. Teknik dispersi padat pertama kali diperkenalkan oleh Sekiguchi dan Obi tahun 1961 dengan pembawa yang mudah larut diantaranya: polivinilpirolidon, polietilen glikol, dan urea dengan tujuan untuk memperkecil ukuran partikel, meningkatkan laju dissolusi dan absorpsi obat yang tidak larut dalam air (Chiou dan Riegelman, 1971).
2.          Metode Dispersi Padat
a.     Metode Pelelehan
Metode ini pertama kali diusulkan Sekiguchi dan Obi tahun 1961. Untuk membuat bentuk sediaan dispersi padat. Campuran obat dan pembawa yang larut air dilebur secara langsung sampai meleleh. Campuran tersebut didinginkan dan dibekukan pada penangas berisi es (ice bath) dengan pengadukan kuat. Masa padat dihancurkan, diserbuk dan diayak (Goldberg, et al., 1966). Massa padat tersebut biasanya membutuhkan penyimpanan satu hari atau lebih dalam desikator pada suhu kamar untuk pengerasan dan kemudahan diserbuk (Levy, 1963).
Keuntungan utama metode ini adalah sederhana dan ekonomis. Sebagai tambahan dapat dicapai supersaturasi zat terlarut atau obat pada sistem dengan mengkristalkan lelehan langsung secara cepat dari temperatur tinggi Dibawah kondisi seperti itu, molekul zat terlarut tertahan pada matriks pelarut dengan proses pemadatan langsung. Sehingga didapat dispersi kristalit yang lebih halus dari sistem campuran eutetis sederhana bila metode ini digunakan. Kekurangannya adalah banyak zat baik obat atau pembawa, dapat terurai atau menguap selama proses peleburan pada suhu tinggi (Chiou dan Riegelman, 1971).
b.            Metode Pelarutan
Metode ini telah lama digunakan dalam pembuatan dispersi padat atau kristal campuran senyawa organik dan anorganik (Chiou dan Riegelman, 1971). Dispersi padat dibuat dengan melarutkan campuran dua komponen padat dalam suatu pelarut umum, diikuti dengan penguapan pelarut. Metode ini digunakan untuk membuat dispersi padat ß- karoten-polivinilpirolidon (Tachibana dan Nakamura, 1965), sulfathiazol-polivinilpirolidon (Simonelli, et al., 1969). Salah satu syarat penting untuk pembuatan dispersi padat dengan metode pelarutan adalah bahwa obat dan pembawa cukup larut dalam pelarut. Suhu yang digunakan untuk penguapan pelarut biasanya terletak pada kisaran 23-65º C (Leuner dan Dressman, 2000).
Keuntungan utama dari metode ini adalah penguraian obat atau pembawa dapat dicegah karena penguapan pelarut terjadi pada suhu rendah. Kekurangannya adalah biaya mahal, kesukaran memisahkan pelarut secara sempurna, kemungkinan efek merugikan dari pelarut yang jumlahnya dapat diabaikan terhadap stabilitas obat, pemilihan pelarut umum yang mudah menguap, dan kesukaran menghasilkan kembali bentuk kristal (Chiou dan Riegelman, 1971).
c.        Metode Pelarutan-Pelelehan
Sistem dispersi padat dibuat dengan melarutkan dahulu obat dalam pelarut yang sesuai dan mencampurnya dengan lelehan polietilen glikol, dapat dicapai dibawah suhu 70º C, tanpa memisahkan pelarut (Chiou dan Riegelman, 1971).
3.       Pembawa Dispersi Padat
        Pembentukan sistem dispersi padat dalam pembawa yang mudah larut telah luas digunakan diantaranya: polivinilpirolidon (PVP), polietilen glikol (PEG), polivinilalkohol (PVA), derivat selulosa, poliakrilat dan polimethakrilat, urea, gula, poliol dan polimernya, dan emulsifier (Leuner dan Dressman, 2000).
Polietilen glikol (PEG) disebut juga makrogol, merupakan polimer tambahan dari etilen oksida dengan rumus struktur H(OCH2CH2)nOH, dimana n adalah jumlah rata-rata gusus oksietilen (Ditjen POM, 1995). PEG umumnya mempunyai bobot melekul antara 200-300.000, konsistensinya sangat dipengaruhi oleh berat molekulnya. PEG dengan bobot molekul 200-600 berbentuk cair, PEG dengan bobot molekul 800-1500 konsistensinya seperti vaselin, PEG dengan bobot molekul 2000-6000 menyerupai lilin dan bobot molekul diatas 20.000 berbentuk kristal keras dan kaku pada temperatur kamar (Leuner dan Dressman, 2000). Umumnya PEG dengan bobot molekul 1500-20.000 digunakan untuk pembuatan dispersi padat. PEG dengan bobot molekul 4000-6000 paling sering digunakan untuk pembuatan sistem dispersi padat. Titik lebur PEG untuk setiap tipenya dibawah 65º C (misalnya PEG 1000 mempunyai titik lebur 30-40º C, PEG 4000 mempunyai titik lebur 50-58º C dan PEG 20.000 mempunyai titik lebur 60-63º C). Titik lebur yang relatif rendah menguntungkan untuk pembuatan dispersi padat dengan metode peleburan (Price, 1994).
4.       Disolusi Obat Secara In Vitro
Disolusi didefinisikan sebagai proses suatu zat padat masuk kedalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat padat melarut. Secara prinsip, proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut (Abdou, 1989).
Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, ada dua kemungkinan yang akan berfungsi sebagai pembatas kecepatan. Bahan berkhasiat dari sediaan padat tersebut pertama-tama harus terlarut, sesudah itu barulah obat yang berada dalam larutan melewati membran saluran cerna (Hanson, 1991).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan biasanya diklasifikasikan atas tiga kategori (Abdou, 1989):
a)       faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat,
b)       faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan dan
c)       faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji.

5.     Klasifikasi dan Mekanisme Lepas Cepat
Sistem dispersi padat dapat digolongkan berdasarkan mekanisme lepas cepatnya. Sistem ini dapat digolongkan menjadi enam kelompok sebagai berikut (Chiou dan Riegelman, 1971; Leuner dan Dressman, 2000);
a)       Campuran eutetik sederhana.
b)       Larutan padat.
c)       Larutan kaca dan suspensi kaca.
d)       Endapat amorf obat dalam pembawa kristal.
e)       Pembentukan senyawa atau kompleks antara obat dan pembawa.
f)        Berbagai kombinasi dari kelompok 1 sampai 5.

B.         FLOATING
1.           Pengertian
    Salah satu jenis sediaan tablet gastro-retentive adalah floating system, yang merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal di lambung untuk beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung di lambung, obat dilepaskan perlahan dengan kecepatan yang da-pat ditentukan
                      Sistem penghantaran dengan mengontrol densitas (pengapungan) biasanya di sebut sebagai floating system. Dimana obat di buat dengan densitas yang lebih rendah dari cairan lambung, sehingga obat akan mengapung di cairan lambung lalu melepaskan zat aktif obat secara perlahan tanpa mempengaruhi tingkat pengosongan lambung dalam jangka waktu yang lama.
Berbagai tipe/desain sediaan dapat digunakan untuk aplikasi sistem gastroretentive, diantaranya sistem penghantaran bioadhesif /mukoadhesif, sistem penghantaran dengan mengontrol densitas (pengapungan), system penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran obat sehingga tertahan karena tidak dapat melewati pylorus (modified shape systems), sedimentasi, dan expansion. Dalam penelitian ini digunakan sistem floating dengan menggunakan matrik Methocel K15M dan komponen effervescent untuk mempercepat floating.

2.          Klasifikasi floating
a.     Effervescent system
Mekanisme utama yang terlibat dalam sistem ini adalah produksi gas karbon dioksida akibat reaksi antara natrium bikarbonat, asam sitrat dan asam tartrat. Hasil gas yang dihasilkandalam pengurangan sistemdensitas sehingga membuatnya mengapungdicairan lambung. Sistem ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1)   Volatile liquid containing systems
a)         Intragastric floating gastrointestinal drug delivery system:
Sistem ini berisi ruang pengapungan yang berisi vakum atau lembam, gas berbahaya dan mikro yang kompartemen melampirkan penampung obat.
b)         Inflatable gastrointestinal delivery system
Sistem ini memiliki ruang elastis yang mengandung eter cair yang gasifies pada suhu tubuh untuk mengembang. Ruang elastis tersebut mengandung filamen polimer (misalnya, kopolimer polivinil alkohol dan polyethylene) yang terkikis secara bertahap larut dalam lcairan lambung dan akhirnya menyebabkan ruang elastis untuk melepaskan gas dan keluar.
c)         Intragastric-osmotically controlled drug delivery system
Sistem ini terdiri dari Tekanan osmotik yang dikendalikan oleh perangkat pengiriman obat dan sebuah kapsul elastis yang mengambang. Dalam perut, kapsul tersebut hancur dan melepaskan obat dengan cara osmotik dikendalikan sistem pengiriman yang berisi dua komponen; kompartemen penampung obat dan kompartemen osmotik aktif.
2)        Matrix tablets
         Sistem ini dapat diformulasikan sebagai lapisan tablet matriks tunggal dengan memasukkan bikarbonat dalam zat pembentuk matriks pembentuk gel hydocolloid atau tablet bilayer matriks dengan menghasilkan gas matriks sebagai salah satu layer dan obat menjadi lapisan kedua. Hal ini juga dapat dirumuskan sebagaitiga tablet lapisan matriks dengan menghasilkan gas matriks sebagai salah satu layer dan 2 lapisan obat.
3)       Gas generating systems
Sistem ini memanfaatkan senyawa effervescent seperti natrium bikarbonat, asam sitrat dan asam tartaric. Sistem ini dibagi menjadi beberapa:
a)            Floating capsules
Diformulasikan dengan mencampurkan natrium bicarbonate dan natrium alginat.
b)         Floating pills
Sistem jenis ini adalah sistemdengan formulasi pelepasan yang berkelanjutan, yang pada dasarnya memiliki beberapa jenis unit bentuk sediaan. Pil tersebut dikelilingi oleh dua lapisan. Lapisan luar terdiri dari membranswellabledan lapisan dalam terdiri dariagen effervescent.
c)       Floating systems with ion exchange resins
Pendekatan yang paling umum untuk merumuskan sistem ini melibatkan butiran resin yang dimasukkanbersama bikarbonat. Hal ini kemudian dilapisi bersamaetil selulosa yang biasanya larut tapipermeabel terhadap air. Hal ini menyebabkan karbondioksidadapat melepaskan dan sistem untuk mengapung.

b.     Non Effervescent system
Adalah salah satu jenis dari floatinggastroretentive drugdelivery systems yang terdiri dari bahan pembentuk gel. Hydrocolloids, polysakaridadan polimer-polimer pembentuk matriks seperti polycarbonat, polystyrene, polymethacrylate, dll.
1)         Hydrodynamically balanced systems
Sistem ini mengandung obat dalam bentuk gel  hydrocolloids yang diformulasikan  menjadi satu kesatuan bentuk sediaan. Setelah kontak dengan cairan lambung, bagian hydrocolloids membengkak untuk membentuk penghalang gel yang memfasilitasi sistem untuk tetap apung di perut.
2)       Microballoons / hollow microspheres 
       Sistem ini mengandung polimer kulit terluar yang diisi dengan obat. Kulit polimer luar terdiri dari polimer seperti polikarbonat, selulosa asetat, kalsium alginat, agar, dll
Daya apung, jeda waktu dan pelepasan obat dari Sistem tergantung pada kuantitas polimer yang digunakan dalam formulasi.
3)       Layered tablets
·         Single layered floating tablets:
Tipe tablet ini mengandung obat yang dicampur dengan gel membentuk hydrocolloids dan eksipien lainnya. Setelah kontak dengan cairan lambung, bagian  yang hydrocolloids membengkak dan menjaga bulk density kurang dari satu dan karenanya tetap apung diperut.
·      Double layered floating tablets
Tipe tablet ini mengandung dua lapisan, salah satu merupakan lapisan yang akan melepaskan segera dan yang lain adalah berkelanjutan lapisan rilis mengandung obat dan hydrocolloids yang tetap di perut untuk periode berkepanjangan.

3.       Keuntungan Floating
a.        Memperlama waktu tinggal sediaan pada tempat absorpsi
b.        Dengan meningkatnya waktu tinggal dapat meningkatkan absorpsi dan efikasi terapetik dari obat.
c.        Absorpsi cepat karena supply darah besar dan kecepatan aliran darah baik.
d.        Meningkatkan bioavailabilitas karena tidak adanya first pass metabolisme
e.        Obat dilindungi dari degradasi pada lingkungan asam pada saluran pencernaan.
f.         Meningkatkan kepatuhan pasien karena pemberian obat disukai.

C.         CO-KRISTAL
1.         Pengertian
Kokristal dapat didefenisikan sebagai kompleks Kristal dari dua atau lebih konstituen molekul yang terikat bersama-sama dalam kisi Kristal melalui interaksi non kovalen terutama ikatan hydrogen. Pembentukan kokristal melibatkan penggabungan zat aktif obat dengan molekul lain yang dapat diterima secara farmasi dalam sebuah kisi Kristal. Molekul yang menjadi agen kokristalisasi disebut juga korformer.

2.       Tujuan
Meningkatkan bioavailabilitas suatu obat, salah satunya dengan meningkatkan kelarutan senyawa yang sukar larut. Untuk asam bebas atau basa bebas, kokristal dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan.

3.       Pembuatan Ko-Kristal

Koformer adalah molekul yang merupakan agen kokristalisasi, harus memiliki sifat sebagai berikut: tidak toksik, inert secara farmakologi, dapat mudah larut dalam air, mampu berikatan secara nonkovalen dengan obat, kompatibel secara kimia dengan obat, dan tidak membentuk ikatan yang kompleks dengan obat. Adapun syarat zat aktif obat dalam ko kristalisasi adalah zat yang mampu berikatan secara nonkovalen dengan koformer.

4.       Metode
Beberapa metode yang umum digunakan dalam pembuatan kokristal adalah sebagai berikut
a.     Metode pelarutan
1)         Evaporation methode
Dua komponen zat aktif obat dan koformer dilarutkan dalam suatu pelarut atau campuran pelarut, kemudian larutan tersebut diuapkan sampai pelarutnya habis menguap. Ko kristal merupakan residu hasil penguapan tersebut.
2)       Metode pendinginan
Sejumlah besar komponen yang merupakan zat aktif dan koformer dilarutkan dalam suatu pelarut atau campuran pelarut yang kemudian dipanaskan untuk memastikan kedua komponen tersebut benar-benar larut, kemudian larutan didinginkan pada suhu kamar. Ko-Kristal akan mengendap ketika larutan lewat jenuh.

b.        Metode grinding
1.         Dry grinding
Dilakukan dengan menyampurkan ke 2 komponen penyusun ko-kristal secara bersama-sama lalu menggerusnya atau menggilingnya dengan mortar dan alu atau dengan ball mill atau vibratory mill.
2.       Solvent-drop grinding
Metode ini sama dengan metode dry grinding, hanya saja ditambahkan sejumlah kecil pelarut dalam proses pencampurannya.


BAB V
PENUTUP
A.       Kesimpulan
1.         Dispersi padat adalah dispersi satu atau lebih bahan aktif dalam suatu pembawa inert atau matriks dalam bentuk padat yang dibuat dengan metode peleburan, pelarutan atau pelarutan-peleburan.
2.       Salah satu jenis sediaan tablet gastro-retentive adalah floating system, yang merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal di lambung untuk beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung di lambung, obat dilepaskan perlahan dengan kecepatan yang da-pat ditentukan
3.       Kokristal dapat didefenisikan sebagai kompleks Kristal dari dua atau lebih konstituen molekul yang terikat bersama-sama dalam kisi Kristal melalui interaksi non kovalen terutama ikatan hydrogen.
B.       Saran
Banyak hal yang kurang dalam pembuatan makalah ini sehingga ada hal-hal yang sulit dimengerti





Tidak ada komentar:

Posting Komentar