MAKALAH
PENGEMBANGAN SEDIAAN FARMASI
SISTEM DISPERSI PADAT, FLOATING, dan KO-KRISTAL
OLEH:
AINUN SAFITRI HARLI
70100112045
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA-GOWA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Telah diketahui bahwa
faktor formulasi berpengaruh sangat bermakna pada ketersediaan hayati dari
suatu bentuk sediaan. Teknik formulasi yang meningkatkan kelarutan berpengaruh
sangat bermakna pada masa kerja obat, laju dan keberadaan obat ditempat
absorpsi. Obat-obat yang proses disolusinya menjadi langkah penentu pada proses
absorpsi, umumnya terjadi pada obat-obat yang kelarutannya kecil dalam air, dalam
hal ini merupakan suatu problem dalam industri farmasi (Waller, et al., 1982).
Pengaruh
ukuran partikel obat terhadap laju disolusi dan bioavailabitas ditinjau ulang
secara komprehensif memperlihatkan bahwa obat-obat yang laju absorpsi pada
saluran pencernaan dibatasi oleh disolusi, pengurangan ukuran partikelnya
umumnya meningkatkan laju absorpsi dan bioavailabilitas total. Hal ini umum
terjadi pada obat yang sukar larut dalam air. Sebagai contoh, dosis terapi
griseofulvin menurun sampai 50% dengan mikronisasi (Chiou dan Riegelman, 1971),
dan juga menghasilkan level darah yang lebih konstan dan tepat. Dosis
komersial spironolakton juga menurun sampai setengahnya hanya dengan sedikit
pengurangan ukuran partikel (Levy, 1963).
Tablet
merupakan sediaan yang banyak mengalami perkembangan dari segi formulasi.
Pengembangan formulasi ditujukan agar diperoleh sediaan yang cepat larut dengan
sistem dispersi padat. Teknik dispersi padat dibuat dengan tujuan memperkecil
ukuran partikel, meningkatkan laju disolusi dan absorpsi obat yang tidak larut
air. Sistem dispersi padat dalam penelitian ini menggunakan ibuprofen sebagai
bahan aktif yang praktis tidak larut air, merupakan analgesik antiinflamasi non
steroid yang membutuhkan onset kerja yang cepat.
Kelarutan merupakan salah satusifat fisikokimia
senyawa obat yangpenting dalam meramalkan derajatabsorpsi obat dalam saluran
cerna.Obat-obat yang mempunyai kelarutankecil dalam air (poorly soluble
drugs) seringkali
menunjukkan ketersediaanhayati rendah dan kecepatan disolusimerupakan tahap
penentu (rate limitingstep) pada proses absorpsi obat. Salah satu metode
menarik dan sederhana yang baru-baru ini dikembangkan dalam bidang ilmu bahan
dan rekayasa kristal untuk meningkatkan laju pelarutan dan ketersediaan hayati
obat-obat yang sukar larut adalah teknik kokristalisasi untuk menghasilkan
kokristal (senyawa molekular) dengan sifat-sifat fisika dan fisikokimia yang
lebih unggul.
Berdasarkan uraian di atas, maka di buatlah
makalah ini, dengan tujuan untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang
pengembangan sediaan farmasi dalam metode dispersi padat, floating, dan
ko-kristal.
B. Tujuan
1.
Untuk mengetahui defenisi dispersi padat dan metode pembuatannya.
2.
Untuk mengetahui defenisi floating dan metode pembuatannya.
3.
Untuk mengetahui defenisi ko-kristal dan metode
pembuatannya.
C. Rumusan masalah
1.
Apa defenisi
dispersi padat dan bagaimana metode pembuatannya?
2.
Apa defenisi
floating dan bagaimana metode pembuatannya?
3.
Apa defenisi dan bagaimana metode pembuatannya?
PEMBAHASAN
A.
Dispersi padat
1.
Defenisi
Dispersi
padat adalah dispersi satu atau lebih bahan aktif dalam suatu pembawa inert
atau matriks dalam bentuk padat yang dibuat dengan metode peleburan, pelarutan
atau pelarutan-peleburan. Teknik dispersi padat pertama kali diperkenalkan oleh
Sekiguchi dan Obi tahun 1961 dengan pembawa yang mudah larut diantaranya: polivinilpirolidon, polietilen glikol, dan urea
dengan tujuan untuk memperkecil ukuran partikel, meningkatkan laju dissolusi
dan absorpsi obat yang tidak larut dalam air (Chiou dan Riegelman, 1971).
2.
Metode
Dispersi Padat
a.
Metode Pelelehan
Metode ini pertama kali diusulkan Sekiguchi dan
Obi tahun 1961. Untuk membuat bentuk sediaan dispersi padat. Campuran obat dan
pembawa yang larut air dilebur secara langsung sampai meleleh. Campuran
tersebut didinginkan dan dibekukan pada penangas berisi es (ice bath) dengan
pengadukan kuat. Masa padat dihancurkan, diserbuk dan diayak (Goldberg, et al.,
1966). Massa padat tersebut biasanya membutuhkan penyimpanan satu hari atau
lebih dalam desikator pada suhu kamar untuk pengerasan dan kemudahan diserbuk
(Levy, 1963).
Keuntungan utama metode ini adalah sederhana dan
ekonomis. Sebagai tambahan dapat dicapai supersaturasi zat terlarut atau obat
pada sistem dengan mengkristalkan lelehan langsung secara cepat dari temperatur
tinggi Dibawah kondisi seperti itu, molekul zat terlarut tertahan pada matriks
pelarut dengan proses pemadatan langsung. Sehingga didapat dispersi kristalit
yang lebih halus dari sistem campuran eutetis sederhana bila metode ini
digunakan. Kekurangannya adalah banyak zat baik obat atau pembawa, dapat
terurai atau menguap selama proses peleburan pada suhu tinggi (Chiou dan
Riegelman, 1971).
b.
Metode Pelarutan
Metode ini telah lama digunakan dalam pembuatan
dispersi padat atau kristal campuran senyawa organik dan anorganik (Chiou dan
Riegelman, 1971). Dispersi padat dibuat dengan melarutkan campuran dua komponen
padat dalam suatu pelarut umum, diikuti dengan penguapan pelarut. Metode ini
digunakan untuk membuat dispersi padat ß- karoten-polivinilpirolidon
(Tachibana dan Nakamura, 1965), sulfathiazol-polivinilpirolidon (Simonelli, et
al., 1969). Salah satu syarat penting untuk pembuatan dispersi padat dengan
metode pelarutan adalah bahwa obat dan pembawa cukup larut dalam pelarut. Suhu
yang digunakan untuk penguapan pelarut biasanya terletak pada kisaran 23-65º C
(Leuner dan Dressman, 2000).
Keuntungan utama dari metode ini adalah
penguraian obat atau pembawa dapat dicegah karena penguapan pelarut terjadi
pada suhu rendah. Kekurangannya adalah biaya mahal, kesukaran memisahkan
pelarut secara sempurna, kemungkinan efek merugikan dari pelarut yang jumlahnya
dapat diabaikan terhadap stabilitas obat, pemilihan pelarut umum yang mudah
menguap, dan kesukaran menghasilkan kembali bentuk kristal (Chiou dan
Riegelman, 1971).
c.
Metode Pelarutan-Pelelehan
Sistem dispersi padat dibuat dengan melarutkan
dahulu obat dalam pelarut yang sesuai dan mencampurnya dengan lelehan polietilen
glikol, dapat dicapai dibawah suhu 70º C, tanpa memisahkan pelarut (Chiou dan
Riegelman, 1971).
3.
Pembawa Dispersi Padat
Pembentukan sistem
dispersi padat dalam pembawa yang mudah larut telah luas digunakan diantaranya:
polivinilpirolidon (PVP), polietilen glikol (PEG), polivinilalkohol (PVA),
derivat selulosa, poliakrilat dan polimethakrilat, urea, gula, poliol dan
polimernya, dan emulsifier (Leuner dan Dressman, 2000).
Polietilen glikol (PEG) disebut juga makrogol,
merupakan polimer tambahan dari etilen oksida dengan rumus struktur H(OCH2CH2)nOH,
dimana n adalah jumlah rata-rata gusus oksietilen (Ditjen POM, 1995). PEG
umumnya mempunyai bobot melekul antara 200-300.000, konsistensinya sangat
dipengaruhi oleh berat molekulnya. PEG dengan bobot molekul 200-600 berbentuk
cair, PEG dengan bobot molekul 800-1500 konsistensinya seperti vaselin, PEG
dengan bobot molekul 2000-6000 menyerupai lilin dan bobot molekul diatas 20.000
berbentuk kristal keras dan kaku pada temperatur kamar (Leuner dan Dressman,
2000). Umumnya PEG dengan bobot molekul 1500-20.000 digunakan untuk pembuatan
dispersi padat. PEG dengan bobot molekul 4000-6000 paling sering digunakan
untuk pembuatan sistem dispersi padat. Titik lebur PEG untuk setiap tipenya
dibawah 65º C (misalnya PEG 1000 mempunyai titik lebur 30-40º C, PEG 4000
mempunyai titik lebur 50-58º C dan PEG 20.000 mempunyai titik lebur 60-63º C).
Titik lebur yang relatif rendah menguntungkan untuk pembuatan dispersi padat
dengan metode peleburan (Price, 1994).
4. Disolusi Obat Secara In
Vitro
Disolusi didefinisikan
sebagai proses suatu zat padat masuk kedalam pelarut menghasilkan suatu
larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat padat melarut. Secara
prinsip, proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut (Abdou,
1989).
Apabila suatu sediaan
padat berada dalam saluran cerna, ada dua kemungkinan yang akan berfungsi
sebagai pembatas kecepatan. Bahan berkhasiat dari sediaan padat tersebut
pertama-tama harus terlarut, sesudah itu barulah obat yang berada dalam larutan
melewati membran saluran cerna (Hanson, 1991).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan biasanya diklasifikasikan atas tiga
kategori (Abdou, 1989):
a) faktor yang berkaitan
dengan sifat fisikokimia obat,
b) faktor yang berkaitan dengan
formulasi sediaan dan
c) faktor yang berkaitan
dengan alat uji disolusi dan parameter uji.
5. Klasifikasi dan Mekanisme Lepas Cepat
Sistem dispersi padat dapat digolongkan
berdasarkan mekanisme lepas cepatnya. Sistem ini dapat digolongkan menjadi enam
kelompok sebagai berikut (Chiou dan Riegelman, 1971; Leuner dan Dressman,
2000);
a) Campuran
eutetik sederhana.
b) Larutan
padat.
c) Larutan
kaca dan suspensi kaca.
d) Endapat
amorf obat dalam pembawa kristal.
e) Pembentukan
senyawa atau kompleks antara obat dan pembawa.
f)
Berbagai kombinasi dari kelompok 1 sampai 5.
B.
FLOATING
1.
Pengertian
Salah satu jenis sediaan tablet
gastro-retentive adalah floating system, yang merupakan sistem dengan
densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan
tinggal di lambung untuk beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung di
lambung, obat dilepaskan perlahan dengan kecepatan yang da-pat ditentukan
Sistem penghantaran dengan mengontrol densitas
(pengapungan) biasanya di sebut sebagai floating system. Dimana obat di buat
dengan densitas yang lebih rendah dari cairan lambung, sehingga obat akan
mengapung di cairan lambung lalu melepaskan zat aktif obat secara perlahan
tanpa mempengaruhi tingkat pengosongan lambung dalam jangka waktu yang lama.
Berbagai tipe/desain
sediaan dapat digunakan untuk aplikasi sistem gastroretentive,
diantaranya sistem penghantaran bioadhesif /mukoadhesif, sistem penghantaran
dengan mengontrol densitas (pengapungan), system penghantaran yang dapat
meningkatkan ukuran obat sehingga tertahan karena tidak dapat melewati pylorus
(modified shape systems), sedimentasi, dan expansion. Dalam
penelitian ini digunakan sistem floating dengan menggunakan matrik
Methocel K15M dan komponen effervescent untuk mempercepat floating.
2.
Klasifikasi
floating
a. Effervescent system
Mekanisme utama yang terlibat dalam sistem ini
adalah produksi gas karbon dioksida akibat reaksi antara natrium bikarbonat,
asam sitrat dan asam tartrat. Hasil gas yang dihasilkandalam pengurangan
sistemdensitas sehingga membuatnya mengapungdicairan lambung. Sistem ini dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Volatile liquid
containing systems
a)
Intragastric floating gastrointestinal drug
delivery system:
Sistem ini berisi ruang pengapungan yang berisi
vakum atau lembam, gas berbahaya dan mikro yang kompartemen melampirkan penampung
obat.
b)
Inflatable gastrointestinal delivery system
Sistem ini memiliki ruang elastis yang mengandung
eter cair yang gasifies pada suhu tubuh untuk mengembang. Ruang elastis
tersebut mengandung filamen polimer (misalnya, kopolimer polivinil alkohol dan
polyethylene) yang terkikis secara bertahap larut dalam lcairan lambung dan
akhirnya menyebabkan ruang elastis untuk melepaskan gas dan keluar.
c)
Intragastric-osmotically controlled drug
delivery system
Sistem ini terdiri dari Tekanan osmotik yang
dikendalikan oleh perangkat pengiriman obat dan sebuah kapsul elastis yang
mengambang. Dalam perut, kapsul tersebut hancur dan melepaskan obat dengan cara
osmotik dikendalikan sistem pengiriman yang berisi dua komponen; kompartemen
penampung obat dan kompartemen osmotik aktif.
2)
Matrix tablets
Sistem ini dapat diformulasikan sebagai lapisan
tablet matriks tunggal dengan memasukkan bikarbonat dalam zat pembentuk matriks
pembentuk gel hydocolloid atau tablet bilayer matriks dengan menghasilkan gas
matriks sebagai salah satu layer dan obat menjadi lapisan kedua. Hal ini juga
dapat dirumuskan sebagaitiga tablet lapisan matriks dengan menghasilkan gas
matriks sebagai salah satu layer dan 2 lapisan obat.
3)
Gas generating systems
Sistem ini memanfaatkan senyawa effervescent
seperti natrium bikarbonat, asam sitrat dan asam tartaric. Sistem ini dibagi
menjadi beberapa:
a)
Floating capsules
Diformulasikan dengan mencampurkan natrium bicarbonate dan natrium alginat.
b)
Floating pills
Sistem jenis ini adalah sistemdengan formulasi pelepasan yang
berkelanjutan, yang pada dasarnya memiliki beberapa jenis unit bentuk sediaan.
Pil tersebut dikelilingi oleh dua lapisan. Lapisan luar terdiri dari
membranswellabledan lapisan dalam terdiri dariagen effervescent.
c)
Floating systems with ion exchange resins
Pendekatan yang paling umum untuk merumuskan sistem ini melibatkan
butiran resin yang dimasukkanbersama bikarbonat. Hal ini kemudian dilapisi
bersamaetil selulosa yang biasanya larut tapipermeabel terhadap air. Hal ini
menyebabkan karbondioksidadapat melepaskan dan sistem untuk mengapung.
b. Non Effervescent system
Adalah salah satu jenis dari floatinggastroretentive
drugdelivery systems yang
terdiri dari bahan pembentuk gel. Hydrocolloids, polysakaridadan
polimer-polimer pembentuk matriks seperti polycarbonat, polystyrene, polymethacrylate, dll.
1)
Hydrodynamically balanced systems
Sistem ini mengandung obat dalam bentuk gel hydrocolloids yang diformulasikan menjadi satu kesatuan bentuk sediaan. Setelah
kontak dengan cairan lambung, bagian hydrocolloids membengkak untuk membentuk
penghalang gel yang memfasilitasi sistem untuk tetap apung di perut.
2)
Microballoons / hollow microspheres
Sistem ini mengandung polimer kulit terluar yang diisi dengan obat. Kulit polimer luar terdiri dari polimer seperti polikarbonat, selulosa asetat, kalsium alginat, agar, dll
Daya apung, jeda waktu dan pelepasan obat dari Sistem tergantung pada kuantitas polimer yang digunakan dalam formulasi.
Sistem ini mengandung polimer kulit terluar yang diisi dengan obat. Kulit polimer luar terdiri dari polimer seperti polikarbonat, selulosa asetat, kalsium alginat, agar, dll
Daya apung, jeda waktu dan pelepasan obat dari Sistem tergantung pada kuantitas polimer yang digunakan dalam formulasi.
3)
Layered tablets
·
Single layered floating tablets:
Tipe tablet ini mengandung obat yang dicampur
dengan gel membentuk hydrocolloids dan eksipien lainnya. Setelah kontak dengan
cairan lambung, bagian yang
hydrocolloids membengkak dan menjaga bulk density kurang dari satu dan karenanya
tetap apung diperut.
· Double layered floating tablets
Tipe tablet ini mengandung dua lapisan, salah
satu merupakan lapisan yang akan melepaskan segera dan yang lain adalah
berkelanjutan lapisan rilis mengandung obat dan hydrocolloids yang tetap di
perut untuk periode berkepanjangan.
3. Keuntungan Floating
a.
Memperlama waktu tinggal sediaan pada tempat absorpsi
b.
Dengan meningkatnya waktu tinggal dapat meningkatkan absorpsi dan
efikasi terapetik dari obat.
c.
Absorpsi cepat karena supply darah besar dan kecepatan aliran darah
baik.
d.
Meningkatkan bioavailabilitas karena tidak adanya first pass
metabolisme
e.
Obat dilindungi dari degradasi pada lingkungan asam pada saluran
pencernaan.
f.
Meningkatkan kepatuhan pasien karena pemberian obat disukai.
C.
CO-KRISTAL
1.
Pengertian
Kokristal dapat
didefenisikan sebagai kompleks Kristal dari dua atau lebih konstituen molekul
yang terikat bersama-sama dalam kisi Kristal melalui interaksi non kovalen
terutama ikatan hydrogen. Pembentukan kokristal melibatkan penggabungan zat
aktif obat dengan molekul lain yang dapat diterima secara farmasi dalam sebuah
kisi Kristal. Molekul yang menjadi agen kokristalisasi disebut juga korformer.
2. Tujuan
Meningkatkan bioavailabilitas suatu obat, salah
satunya dengan meningkatkan kelarutan senyawa yang sukar larut. Untuk asam
bebas atau basa bebas, kokristal dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan.
3. Pembuatan Ko-Kristal
Koformer adalah molekul yang merupakan agen
kokristalisasi, harus memiliki sifat sebagai berikut: tidak toksik, inert
secara farmakologi, dapat mudah larut dalam air, mampu berikatan secara
nonkovalen dengan obat, kompatibel secara kimia dengan obat, dan tidak
membentuk ikatan yang kompleks dengan obat. Adapun syarat zat aktif obat dalam
ko kristalisasi adalah zat yang mampu berikatan secara nonkovalen dengan
koformer.
4. Metode
Beberapa metode yang umum
digunakan dalam pembuatan kokristal adalah sebagai berikut
a. Metode pelarutan
1)
Evaporation methode
Dua komponen zat aktif obat dan koformer dilarutkan
dalam suatu pelarut atau campuran pelarut, kemudian larutan tersebut diuapkan
sampai pelarutnya habis menguap. Ko kristal merupakan residu hasil penguapan
tersebut.
2)
Metode pendinginan
Sejumlah besar komponen yang merupakan zat aktif
dan koformer dilarutkan dalam suatu pelarut atau campuran pelarut yang kemudian
dipanaskan untuk memastikan kedua komponen tersebut benar-benar larut, kemudian
larutan didinginkan pada suhu kamar. Ko-Kristal akan mengendap ketika larutan
lewat jenuh.
b.
Metode grinding
1.
Dry grinding
Dilakukan dengan menyampurkan ke 2 komponen
penyusun ko-kristal secara bersama-sama lalu menggerusnya atau menggilingnya
dengan mortar dan alu atau dengan ball mill atau vibratory mill.
2.
Solvent-drop grinding
Metode ini sama dengan metode dry grinding, hanya
saja ditambahkan sejumlah kecil pelarut dalam proses pencampurannya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Dispersi padat adalah dispersi satu atau lebih bahan aktif dalam suatu
pembawa inert atau matriks dalam bentuk padat yang dibuat dengan metode peleburan,
pelarutan atau pelarutan-peleburan.
2.
Salah satu jenis sediaan tablet
gastro-retentive adalah floating system, yang merupakan sistem dengan
densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan
tinggal di lambung untuk beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung di
lambung, obat dilepaskan perlahan dengan kecepatan yang da-pat ditentukan
3.
Kokristal dapat didefenisikan sebagai kompleks Kristal
dari dua atau lebih konstituen molekul yang terikat bersama-sama dalam kisi Kristal
melalui interaksi non kovalen terutama ikatan hydrogen.
B. Saran
Banyak
hal yang kurang dalam pembuatan makalah ini sehingga ada hal-hal yang sulit
dimengerti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar